Minggu, 07 Januari 2018

Ahmad Shonif, Kawula Aktifis Bersarung - PPRU 1

Ahmad Shonif, Kawula Aktifis Bersarung - PPRU 1

Ahmad Shonif, Semua Merindukan Canda Tawamu

Oleh: Abdul Mannan

Ahmad Shonif, itulah sebutan bagi santri yang selalu mengaku namanya "Saya Mushonnif", sosok yang berotot baja, pekerja keras, Sosok yang jarang sekali memejamkan mata sebab keaktifannya di dunia perAbdian dan jika sesekali terlanjur memejamkan mata, susah minta ampun dibangunkan. Mungkin sebutan manusia tak kenal lelah itu sudah pantas ia sandang. Karena kesehariannya yang padat, sedikit waktu senggang dan jarang sekali dirinya absen dari melakoni pekerjaan yang ekstrim alias peras keringat banting tulang.

Santri unik asal gunung semeru (Lumajang) yang dilahirkan pada tahun 02 agustus 1996. Dan tepatpada usianya yang ke 16 kemarin Mushonnif mulai nyantri di pesantren Raudlatul Ulum 1. Pria yang biasa dipanggil Cak sonnif ini, di samping melakoni kegiatan pondok pesanten, dirinya juga melakoni aktivitas-aktivitas di dalemnya gus Ghozali Khozin. Ia melakukan pengabdian dengan jalur tak disangka-sangka. Semenjak melakoni hidup barunya sebagai abdi dalem itulah dia disandangi titel baru oleh santri lainnya dengan julukan "Manusia tak Kenal Lelah" Selalu dan selalu bekerja, mulai dari sang surya melontarkan senyum indahnya hingga melambaikan tangan hendak menghilang.

Tak perduli udara pagi yang menyerang ataupun rayuan mata untuk terpejam seperti santri-santri yang lain, cak Shonnif ini harus memenuhi panggilan Nyai Maftuhah ke ndalem (Jawa Inggil) di setiap pagi yang di laluinya. Entah tugas apalagi hari ini yang harus dia selesaikan. Untuk segera pula dapat tidur nyaman ketika guru menerangkan pelajaran di kelas III Madrasah Diniyah, maka diapun tertuntut untuk segera menyelesaikan semua tugas ndalemnya.Sesekali datang pertanyaan "kenapa selalu tidur?" jawabannyapun simpel "Biasa ladunni" dengan cengir kudanya yang khas membuat penanya ikut terbawa kembung sebab tawa.
Tatkala jarum jam menodong angka sepuluh, diapun merasa tertodong untuk segera membuang kantuknya dengan segarnya air wudhu. Bagaimana tidak? Dia harus lagi meluncur ke ndalem, penulis pribadi tidak faham betul apa yang dia kerjakan. Entah itu menggoreng tempura atau pekerjaan yang lain. Jelasnya, ketika dia datang, wajah yang ceria selalu dibalut dengan raut lusuh tak bersenyum.

Semua mata terarah pada langkah kakinya ketika datang dari ndalem, khususnya siang hari. Mata santri memang selalu mencari hal yang dapat memuaskan perutnya. Dan hal itu selalu dibawa Cak Shonif yang sering mengemban nampan berisi tempura yang sudah di goreng untuk dibawanya ke pendopo. Tentunya dijual dengan di iringi sayupan suaranya yang merdu "TEMPURA.. TEMPURA..." setelah tempura telah tuntas terjual, Cak Shonif pun akhirnya bisa melonjorkan kedua kakinya dan memejamkan mata untuk sedikit memijat lelah otaknya. meski istirahat tersebut bisa di bilang sebentar, mungkin lebih lama ketika jam pertama di sekolahan. Tapi itulah waktu terlonggarnya untuk merebahkan tubuh. Selepas itu, kerja, berdiri, mengikuti kegiatan dan, ketiduran di manapun dia mengantuk

Bagi kang santri yang lain tatkala Sore meredup, dengan di iringi udara yang mengundang lelah, memang waktunya bersantai ria sembari menikmati bungkusan nasi yang dibawa dari sana sini. Namun lain bagi kang Shonif. Baginya tak punya kesempatan untuk merasakan waktu lelah itu, seperti udara pagi yang bersemilir pada sore hari, dirinya lagi-lagi harus menuju ke ndalem, kalau pagi tadi dirinya berkewajiban mengeluarkan sepeda, sore haripun dirinya harus berkewajiban memasukkan sepeda, menyiram taman dan lain sebagainya.

Ketika azdan maghrib berkumandang, dan setelah sholat maghrib telah rampung ditunaikan, dirinya harus kembali ke ndalem untuk memenuhi kebutuhan keluarga ndalem yang diampunya. Entah perintah apa saja yang gus perintahkan, yang pasti dirinya harus ke ndalem karna disana Cak Shonif pasti akan menerima perintah baru yang harus ia lakukan sampai adzan isya’ berkumandang.

Aktifitas Cak Shonif yang sangat padat di ndalem tak membuat dirinya merasa tak lagi berkewajiban akan kegiatan pondok pesantren, dirinya tetap melakukan kegiatan pondok pesantren mulai dari musyawaroh, hingga jam 10:30 dimana Cak Shonif harus mengajar santri-santri yang berasal dari lumajang, kota yang terkenal akan buah salaknya.

Itulah aktifitas Cak Shonif di pondok pesantren. Pekerjaan sangat padat, sedikit waktu senggang, tetap istiqomah dan sabar meski di saat tubuh tak lagi tegak bersinar. Namun ada hal yang perlu santri lain ambil dari pribadi Cak Shonif ini dimana dia selalu berkeyakinan bahwa apa yang dia kerjakan dengan ikhlas di pondok pesantren, akan ia tuai nanti ketika di masyarakat. Masya'allah... Semoga Barokah Cak.. Sekarang Engkau Sudah berada di Masyarakat...

@Divisi_Publikasi_PPRU 1
Previous Post
Next Post

0 comments: